Mengatasi Tantrum

Seorang anak berteriak menangis, “Ibu, aku mau es krim!” “Tidak, nak, kamu sedang batuk”

“Aku mau es kriiimmm… aku mau es kriimm”, sang anak menangis lebih keras sehingga orang di sekeliling mereka menengok. Ada orang yang menyeletuk, “ya udah bu, kasih saja es krimnya biar anaknya diam”

Ibu menjadi serba salah, bingung harus memberikan es krim atau tidak. Jika Ibu berada dalam posisi diatas, apakah yang biasanya Ibu lakukan?

Kita seringkali berada dalam posisi yang sulit saat anak meminta apa yang dia inginkan. Saat kita mengatakan “tidak”, anak akan menangis dan meminta terus. Beberapa anak bisa sampai mengguling-gulingkan dirinya di lantai atau memukul ibunya agar ibu membelikan keinginan anak.

Tingkah laku menangis hingga berguling-guling, berteriak, terkadang menyakiti diri sendiri atau orang lain, yang diungkapkan sebagai ekspresi marah atau frustrasi disebut Tantrum. Biasanya Tantrum umum terjadi pada anak usia 1.5 – 4 tahun.  

Mengapa anak Tantrum?

  1. Dia masih memiliki keterbatasan kosa kata. Orang dewasa memiliki jumlah kosa kata yang jauh lebih banyak daripada anak kecil sehingga orang dewasa dapat mengemukakan keinginannya dengan kata-kata yang jelas. Berbeda dengan orang dewasa, anak kecil masih terbatas dalam pengetahuan kosa katanya, misalnya pada anak usia 2-3 tahun memiliki kosa kata sebanyak 200 – 1000 kata dan baru dapat menggunakan kalimat sederhana. Di usia 4-5 tahun ia mulai bisa bercerita secara lengkap dan sebagian besar isi ceritanya dapat dimengerti.
  2. Kondisi stress/frustrasi membuat ia menangis. Sewaktu ia masih bayi, ia meminta segala sesuatu dengan menangis. Saat Ia tantrum, sebenarnya ia dalam kondisi stress karena keterbatasan dan ketidakberdayaannya. Ia juga belum mampu menyampaikan keinginannya dengan kata-kata karena ia belum punya banyak pilihan kata-kata, sehingga yang terjadi adalah emosi meningkat dan lalu ia menangis.

Apa yang harus Ibu lakukan dalam mengatasi tantrum?

  1. Peluklah dia.Saat ia menangis dan Ibu cukup kuat untuk menggendong dan memeluknya, peluklah dia. Saat ia menangis, ia dalam keadaan yang tidak nyaman, stress, bahkan frustrasi karena tidak mendapatkan keinginannya. Ia sedih dan kecewa. Pelukan Ibu meyakinkan dia bahwa ia tetap berada di ruang yang aman bersama dengan Ibu, bahwa Ibu mengetahui ketidaknyamanan hatinya, dan bahwa Ibu tetap menyayangi dia. Ibu bisa katakan, “Ibu sayang kamu. Ibu tahu kamu sedih tidak dapat es krim karena kamu sedang sakit.” Biarkan ia menangis hingga capai atau diam di pelukan Ibu.
  2. Jika ia memukul, usahakan Ibu tetap dapat membungkusnya dalam pelukan dan tahan tangannya. Jika ia cukup besar dan cukup kuat dalam memberontak, ibu tidak perlu memeluknya tapi Ibu dapat duduk/berdiri di sampingnya, berlaku diam dan tenang. Ibu dapat mengatakan, “kamu sedih dan kamu menangis keras. Ibu tunggu sampai kamu diam”. Tidak perlu malu jika ada orang lain yang melihat.
  3. Jika ia menghalangi jalan orang atau merusak barang di sekelilingnya, pindahkan ia ke tempat yang lebih aman, dimana tidak banyak orang dan tidak ada barang yang dapat dirusaknya. Lalu, biarkan ia ditempatnya hingga ia tenang. Saat menunggu anak tenang, tenangkan juga diri kita agar siap berinteraksi dengan anak kembali setelah tantrumnya reda.
  4. Alihkan perhatiannya. Bawa dia ke situasi lingkungan yang baru, ruangan lain, atau ruangan luar rumah. Dapat juga, tarik perhatiannya ke benda lain atau hal lain, dapat membantu dia untuk lebih reda mengelola emosinya. Dia memerlukan bantuan Ibu untuk membantu dia lebih tenang. Tidak terlalu fokus pada tangisannya dan membantu dia untuk fokus pada hal lain akan membantu dia lebih mudah untuk menata kembali perasaannya.
  5. Yang juga penting adalah usahakan agar Ibu tetap konsisten pada hal-hal mendasar yang ia perlukan. Misalnya ia tantrum karena tidak dibelikan es krim karena sedang sakit, hasil akhirnya usahakan untuk ia tetap tidak dibelikan es krim. Hal ini penting agar anak tahu mengenai aturan / batasan Ibu secara jelas. Jika akhirnya Ibu membelikan ia es krim, anak belajar bahwa ia perlu menangis / tantrum sekian lama agar keinginannya dituruti. Ibu bisa kemukakan misalnya, kamu dapat es krim kalau sedang tidak batuk. Informasi mengenai aturan-aturan yang secara jelas disampaikan dan dilakukan akan membantu anak memahami disiplin yang Ibu terapkan dan akhirnya dia akan lebih mempercayai Ibu.  

Yang sebaiknya TIDAK dilakukan saat mengatasi anak tantrum

Biasanya Ibu menjadi panik lalu melakukan berbagai usaha untuk mendiamkan anak. Ada yang sebaiknya tidak dilakukan oleh Ibu saat mengatasi anak tantrum, yaitu:

  1. Jangan memaksa anak untuk diam dan berhenti menangis.Yang ada, tangisannya akan semakin menjadi-jadi. Apalagi jika kita terbawa emosi, lalu kita mencubit atau memukul untuk menghentikan tangisannya. Hal ini bukan cara penyelesaian masalah yang terbaik.
  2. Jangan memberi janji.Perkataan seperti “diam dulu, nanti kita beli kue deh” atau “besok kita beli” adalah janji yang akan diingat anak. Kita tidak mau memberi janji kosong kepada anak kita. Dengan memberi janji tapi kita tidak menepatinya akan merusak kepercayaan antara Ibu dan anak. Anak akan semakin sukar menuruti perkataan Ibu. Lagipula, anak nanti terbiasa untuk meminta hal lain sebagai kompensasi atas apa yang dia tidak dapat. Kita tidak mengajarkan dirinya untuk mengontrol keinginannya.
  3. Jangan mengancam.Perkataan seperti “diam kalau tidak Ibu tidak sayang kamu lagi” sebaiknya tidak diucapkan. Hal ini akan membuat anak merasa tidak aman, dan yang dapat dia lakukan adalah kembali menangis. Ancaman juga mengecilkan hati anak, ia menjadi ciut dan penakut. Berikan pelukan sebagai tanda bahwa Ibu tetap menyayanginya meskipun ia telah berlaku lemah.

Mencegah Tantrum Terjadi

Ada tindakan pencegahan yang Ibu dapat lakukan di waktu berikutnya supaya kejadian tersebut tidak terulang lagi (atau berkurang frekuensinya), yaitu:

  1. Beri aturan sebelum pergiSebelum pergi untuk berbelanja ke pasar atau mal bersama anak, berikan aturan dahulu terhadap anak. Ingatkan kepada anak bahwa hari ini ia tidak bisa meminta es krim karena sedang sakit, atau ia tidak bisa membeli mainan karena minggu lalu sudah beli mainan. Katakan kepadanya bahwa jika ia menangis bahkan sampai meraung-raung, Ibu tetap tidak akan membelikannya. Anak mungkin akan mengetes kembali perkataan Ibu sesampainya di mal, tapi dengan Ibu memberikan aturan di awal, anak menjadi tahu dan merasa sia-sia jika ia sampai menangis tapi keinginannya tetap tidak dikabulkan, karena menangis membutuhkan energi besar. Jadi, ia akan memilih cara penyelesaian masalah yang lebih sehat, yaitu berkompromi dan bekerja sama dengan Ibu.
  2. Berikan pujian saat ia berkelakuan baikSaat ia tidak berlaku tantrum, pujilah sikapnya pada hari itu. Katakan bahwa Ibu senang karena bisa menikmati waktu bersama dengannya, katakan hal-hal apa saja yang Ibu lakukan bersama dengan dia pada hari itu. Ia akan senang untuk melakukannya lagi bersama dengan Ibu.
  3. Buat kesepakatan dengan pasanganBuatlah kesepakatan dengan pasangan cara-cara yang akan dilakukan jika anak mengeluarkan tingkah laku tantrum saat bepergian bersama. Terkadang ada perbedaan pendapat antara Ibu dan Ayah, misalnya Ibu sudah mengatakan tidak namun Ayah membolehkannya, atau sebaliknya. Jika demikian, buatlah kesepakatan apa yang perlu dilakukan oleh orangtua sebagai team, misalnya jika dirasa pendapat Ibu dan Ayah akan berbeda, letakkan pengambilan keputusannya pada kepala keluarga, Ibu dapat mengatakan kepada anak bahwa anak perlu bertanya dahulu kepada Ayah. Jika Ayah pun merasa bingung, ayah dapat mempercayakan Ibu dengan mengatakan kepada anak bahwa Ayah setuju seperti perkataan Ibu. Kekompakan orangtua akan membuat anak menghargai kedua orangtuanya.

Cara kita mengatasi tantrum yang ditunjukkan oleh anak kita akan dicontohkan oleh anak kita dalam mengelola emosinya dan juga dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan kita mencoba memahami anak kita, mengetahui kebutuhan dan keinginannya, tidak menerima perilaku tantrumnya namun menerima keberadaan dirinya, akan banyak membantu anak mengatasi masalah stress dan emosinya.

 

Leave a Reply