Tantrum

Temper tantrum (sering disebut sebagai tantrum saja) adalah sebuah ekspresi ledakan marah atau frustrasi, yang pada umumnya terjadi pada anak usia 2 – 4 tahun, dengan contoh tingkah laku, seperti berteriak, menendang, menggigit, menghancurkan, memukul, dan atau membanting (Kamus Psikologi APA, 2020). Objek kekesalannya bisa kepada barang, orang di sekitarnya, atau dirinya sendiri.

Mengapa anak tantrum?

  1. Kondisi stres membuat anak merasa tidak berdaya. Contohnya anak meminta es krim dengan merengek. Es krim yang tampak sederhana bagi kita, adalah hal besar baginya. Saat es krim tidak diberikan kepadanya, padahal ia sangat menginginkannya, ia menjadi stres karena keterbatasannya. Ia kesulitan dalam mencapai keinginannya, lalu dalam keadaan tidak berdaya dan stres, ia tidak bisa lagi memikirkan apa yang harus dikatakan dan akhirnya memunculkan reaksi emosi berupa tingkah laku tantrum.
  2. Anak kecil masih memiliki keterbatasan kosa kata. Anak yang sudah besar dan orang dewasa memiliki jumlah kosa kata yang jauh lebih banyak daripada anak kecil sehingga anak besar dan orang dewasa dapat mengkomunikasikan keinginannya dengan kata-kata dan kalimat yang jelas. Anak berusia 2 tahun baru memiliki kosakata sebanyak 200 – 300 kata dan mencapai 1000 kosakata pada anak usia 3 tahun (Owens, 2016). Pada rentang usia ini anak masih sangat menikmati bunyi kata dan kata-kata baru. Kadang-kadang ceritanya dapat dimengerti oleh kita, kadang tidak. Wajar jika ia mengalami frustasi saat kita tidak memahami ceritanya. Di usia 4-5 tahun kosakatanya terus bertambah dan susunan kata-katanya pun semakin baik, ceritanya mulai lengkap dan sebagian besar isi ceritanya dapat dimengerti. Jika anak kita berusia di atas 4 tahun namun masih sering memunculkan perilaku tantrum, maka sebaiknya anak menjalani pemeriksaan psikologis oleh psikolog anak. Perkembangan kemampuan bahasa dan komunikasi merupakan hal yang penting dalam pengelolaan emosi. Seiring pertumbuhan seseorang menjadi dewasa, nantinya kemampuan berkomunikasi asertif akan sangat membantu pengelolaan emosi.
  3. Anak kita baru belajar mengenali emosi dan keinginannya. Anak besar dan orang dewasa diharapkan telah memiliki kemampuan komunikasi, kemampuan negosiasi, kemampuan kontrol diri, dan kemampuan berpikir strategis yang lebih kompleks untuk dapat menyatakan keinginannya dan mencapai tujuannya. Orang dewasa juga diharapkan telah cukup peka terhadap kondisi diri, kebutuhan, dan keinginannya sehingga mereka tahu apa yang perlu dilakukan terhadap kebutuhan dan keinginannya ini, apakah perlu segera dipenuhi ataukah harus menunggu, dan bagaimana caranya. 

Masa tantrum sebenarnya adalah masa yang baik bagi anak untuk belajar mengetahui apa kebutuhan dan keinginannya. Melalui respon orang tua pada saat tantrum, anak belajar untuk mengelola emosi dan keinginan dirinya.

Hal apa yang membuat anak tantrum?

Jika kita dapat mendeteksi alasan yang membuat anak tantrum, kita juga dapat memberikan respon yang tepat pada kebutuhan anak. Penerimaan kita terhadap kondisi anak tantrum akan lebih besar, kita dapat memaklumi kondisinya, dan kita juga lebih kuat dapat membantu anak untuk tenang kembali. 

  • Hungry (Lapar) 
  • Angry (Marah)
  • Lonely (Kesepian)
  • Tired (Capek)
  • Sick (Sakit)
  • Stress (Stres) 
  • Too Serious (Terlalu Serius)
  • Attention (Butuh Perhatian) 

Apa yang perlu kita lakukan untuk mengatasi tantrum?

Dengan memperhatikan prinsip-prinsip Theraplay, yang perlu kita komunikasikan kepada anak antara lain:

1. Berikan pelukan atau sentuhan yang menenangkan anak.
Saat ia menangis dan kita cukup kuat untuk menggendong dan memeluknya maka lakukanlah. Saat ia menangis, mungkin ia dalam keadaan yang tidak nyaman, stres, bahkan frustasi karena tidak mendapatkan keinginannya. Ia sedih dan kecewa. Pelukan kita akan meyakinkannya, bahwa ia tetap berada di ruang yang aman bersama dengan kita, bahwa kita mengetahui ketidaknyamanan hatinya, dan bahwa kita tetap menyayangi dia. Kita bisa katakan, “Ibu/Ayah sayang kamu. Ibu/Ayah tahu kamu sedih karena tidak dapat es krim, tetapi hari ini memang tidak bisa karena kamu masih flu.” Biarkan ia menangis hingga lelah atau diam di pelukan kita. Anak membutuhkan waktu untuk menerima kekecewaan ini dan untuk menjadi tenang kembali. Terkadang ia juga membutuhkan bimbingan untuk melakukan tarikan nafas yang panjang dan perlahan agar ia dapat kembali mengelola tangisannya. Air putih yang diberikan kepadanya juga dapat membantu menenangkannya.

Jika anak memukul, usahakan kita tetap dapat membungkusnya dalam pelukan dan tahan tangannya. Jika ia cukup besar dan cukup kuat dalam memberontak, saat ada rasa marah dalam dirinya yang belum dapat ditenangkan oleh kita, kita tidak perlu memeluknya. Tetapi kita dapat duduk atau berdiri di sampingnya, berlaku tenang, dan tetap menghargai perasaannya. Kita dapat mengatakan,“Kamu sedih dan kamu menangis keras. Maaf ya hal ini membuatmu marah. Ibu/Ayah akan menunggu di sini hingga kamu diam.” Tidak perlu malu jika ada orang lain yang melihat. Lalu, berikan air untuk diminum dan usapan di punggung saat amarahnya mereda. 

Jika anak menghalangi jalan orang lain atau merusak barang di sekelilingnya, kita dapat memindahkan anak ke tempat yang lebih aman, di mana tidak banyak orang dan tidak ada barang yang dapat dirusaknya. Lalu, biarkan ia di tempatnya hingga ia tenang. Saat menunggu anak tenang, tenangkan juga diri kita agar siap berinteraksi dengan anak kembali setelah tantrumnya reda. Tempat duduk seperti sofa, kursi dengan bantalan, atau beanbag membantu anak lebih mudah meredakan ketegangan. 

2. Berikan aturan yang konsisten sembari kita menjaga diri tetap tenang dan berempati pada kondisi anak. 

Kukuhkan perkataan kita agar anak mengerti apa yang kita maksud dan bisa terprediksi oleh anak kita. Contohnya, pada contoh anak meminta es krim, jika kita telah melihat bahwa kebutuhannya untuk sehat jauh lebih penting daripada keinginannya untuk makan es krim, dan kita telah berkata “Maaf, hari ini kita tidak makan es krim dulu,” sebaiknya kita tetap pada pendirian awal dan tetap tenang meskipun ia menangis hingga meraung-raung. Jika kita mengubah pendirian karena tidak tahan melihatnya menangis meraung-raung, berikutnya anak belajar bahwa untuk mendapatkan es krim atau sesuatu yang ia mau, ia harus menangis meraung-raung. Anak akan terus mencoba batas ketahanan kita. Jika hari ini ia harus menangis selama 10 menit untuk mendapatkan keinginannya, besok ia akan menangis 10 menit. Jika hari esok ia harus menangis 1 jam untuk mendapatkan keinginannya, esoknya lagi ia akan menangis sampai 1 jam karena ia tahu pada akhirnya kita akan menyerah dan akan membelikannya. Tetaplah berpegang pada struktur kita dan dengan tingkah laku yang (sebisa mungkin) tetap tenang. Hal ini memang tidak mudah. Jangan lupa, kita juga perlu melakukan olah nafas pada saat kejadian agar lebih terkendali dalam menghadapi situasi anak yang tantrum. 

Saat tantrum terjadi, biasanya kita menjadi panik lalu melakukan berbagai usaha untuk mendiamkan anak. Ada beberapa hal yang sebaiknya tidak kita lakukan saat mengatasi anak tantrum, yaitu:

  1. Jangan memaksa anak untuk diam dan berhenti menangis dengan kekerasan.
    Yang ada, tangisannya akan semakin menjadi-jadi. Apalagi jika kita terbawa emosi, lalu kita mencubit atau memukul untuk menghentikan tangisannya. Hal ini bukan cara penyelesaian masalah yang terbaik. Jika kita melakukan hal ini, kita menunjukkan kepada anak bahwa kita bukan tempat yang aman baginya.
  2. Jangan memberi janji yang tidak ditepati.
    Perkataan seperti, “Diam dulu, nanti kita beli kue” atau, “Besok kita beli” adalah janji yang akan diingat anak. Kita tidak mau memberi janji kosong kepada anak kita, karena itu artinya kita tidak memberikan struktur yang baik kepada anak kita. Dengan memberi janji yang tidak kita tepati, kita akan merusak kepercayaan antara kita dan anak. Anak akan semakin sukar menuruti perkataan kita. Anak juga belajar untuk meminta hal lain sebagai kompensasi atas apa yang tidak ia dapatkan. Kita tidak mengajarkan dirinya untuk bisa mengendalikan keinginannya.
  3. Jangan mengancam.
    Jangan pernah ucapkan perkataan seperti “Diam atau Ibu tidak sayang kamu lagi”. Hal ini akan membuat anak merasa tidak aman, kemudian yang dapat dia lakukan adalah kembali menangis. Ancaman juga mengecilkan hati anak, ia menjadi ciut dan penakut. Berikan pelukan sebagai tanda bahwa kita tetap menyayanginya meskipun ia telah berlaku lemah.

Cara kita mengatasi tantrum pada anak akan dicontoh oleh anak kita dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan kita mencoba untuk memahami anak, mengetahui kebutuhan dan keinginannya, serta tidak menerima perilaku tantrumnya namun menerima keberadaan dirinya, akan banyak membantu anak mengatasi masalah stres dan emosinya. 
Untuk informasi mengenai mengatasi tantrum lebih lengkap, Anda dapat membeli buku “Indahnya pengasuhan melalui Theraplay” karya Astrid WEN di Mizan Store di Tokopedia, atau di reseller kota anda.